Rabu, 18 Februari 2009





SEBAGAI sebuah produk, kawasan Kota Tua dan Setu Babakan akan menjadi fokus program 2009-2012 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta. Pengembangan produk pariwisata tentu tak berhenti pada kawasan tersebut tapi juga menata kembali kegiatan unggulan Jakarta yang sudah terprogram, seperti JIFFEST, Jak Jazz, Jakarta Biennale, dan Jakarta Great Sale.

Pengembangan budaya Betawi—budaya lokal—dengan demikian sudah tentu masuk dalam agenda Disparbud DKI. Kegiatan lain yang bersifat lokal sebut saja Festival Jalan Jaksa dan Festival Kemang juga masuk dalam kegiatan yang bukan hanya ditata, tetapi juga diupayakan agar lebih "punya suara". Publikasi dan kolaborasi menjadi sarana terpenting agar sebuah event atau kegiatan punya gaung yang luas.

"Kegiatan-kegiatan yang sudah ada selama ini, yang dibuat oleh masyarakat harus kita rangkul. Kita kolaborasikan dengan produk lain, sebab kegiatan seperti Jakarta Biennale, Jakarta Great Sale, itu kan semua masuk dalam daya tarik urban, masuk dalam industri kreatif," papar Kepala Disparbud DKI Jakarta Arie Budhiman kepada Warta Kota, Kamis (6/2).

Semua kegiatan juga harus lebih membuka diri agar publik bisa berinteraksi. Pasalnya, daya tarik yang dibikin bukan untuk dinikmati sendiri tapi untuk publik baik lokal maupun internasional. Oleh karena itu, promosi, publikasi, kerja sama, komunikasi harus lebih intens. "Selama ini semua kegiatan jalan sendiri-sendiri. Sekarang kita harus mencari titik temu, mempertemukan gagasan, interes. Selama ini kan ada gap komunikasi," lanjutnya.

Meski Arie sadar bahwa program besar ini tak bisa dicapai seluruhnya dalam waktu tiga tahun, setidaknya harus ada yang berubah menuju peningkatan baik dalam urusan pengembangan produk, sarana prasarana, dan promosi. Setidaknya tercipta jalur yang benar dalam hal menjual potensi Jakarta.

Penggabungan Dinas Pariwisata DKI serta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI tentu memerlukan kerja yang lebih untuk mengonsolidasikan banyak hal. Makanya secara singkat program yang mendesak adalah percepatan konsolidasi, pengembangan komunikasi dan kerja sama dengan stake holder untuk titik temu, meningkatkan pelayanan publik, serta meningkatkan pengawasan, pengendalian industri kepariwisataan dan kawasan cagar budaya. "Untuk pengawasan lingkungan dan kawasan cagar budaya itu kan masuk dalam isu cultural dan eco-tourism," tandas mantan Kabiro Humprot DKI Jakarta ini. *




Tidak ada komentar:

Posting Komentar